# Kenalilah Tuhanmu, Nabimu, Dan Agamamu

Ad
Bismillahirrahmaniraahim...

Assalamu’alaikum Warohmatullaahi Wabarokaatuhu ,





Sebagian besar kaum muslimin mungkin tidak asing dengan pembahasan mengenai ‘Siapa Tuhanmu? Siapa Nabimu? Apa Agamamu?’ Banyak kajian-kajian keislaman yang selalu membahas masalah ini, karena ketiganya adalah tiga perkara pokok yang akan ditanyakan kepada seorang hamba ketika di alam kubur nanti. Barang siapa yang selamat darinya maka selamatlah dia dari siksa kubur. Namun bila tidak mampu menjawabnya, maka siksa kubur pun menantinya. Termasuk di manakah kita?

Mengetahui Tiga Landasan Pokok

Mengenal Allah, Nabi-Nya, dan agama Islam adalah tiga landasan pokok yang wajib diketahui seorang hamba. Jika seseorang mengetahui tiga hal ini serta melaksanakan segala konsekuensinya maka baginya keselamatan di dunia dan di akhirat kelak.

Mengapa ini penting bagi seorang hamba?

Sebab seorang hamba ketika di alam kubur akan ditanya, “siapa Rabbmu? siapa nabimu? dan apa agamamu?”

Jika dia diberi taufik untuk menjawab tiga perkara di atas maka selamatlah dia dari siksa kubur di mana hal tersebut menjadi indikator keselamatannya di akhirat. Begitu pun sebaliknya, seorang hamba yang tidak bisa menjawab tiga perkara tersebut maka sengsaralah nasibnya di akhirat kelak. Wal-‘iyadzubillah.

Dalam pembahasan ini penulis hanya akan menyampaikan secara global masalah tiga landasan utama tanpa menjelaskannya secara terperinci. Berikut ini penjelasan ketiga landasan tersebut.

Landasan Pertama: Mengenal Allah Sebagai Rabb

Secara bahasa, kata Ar-Rabb bermakna pemelihara. Dari kata Ar-Rabb ini terkandung beberapa makna yang lain semisal Al-Malik (penguasa), Al-Mudabbir (pengatur), Al-Mutasharrif (pengatur)dan Al-Muta’ahhid (pemelihara). Penulis kitab Ushul Tsalatsah, Syaikh Muhammad At-Tamimi lebih memilih makna Ar-Rabb sebagai pemelihara. Sebagaimana beliau nyatakan dalam kitab beliau

ربي الله الذي رباني، وربى جميع العالمين بنعمه

“Rabbku adalah Allah yang memeliharaku dan memelihara seluruh alam semesta dengan nikmat-Nya…”

Kata Ar-Rabb juga bermakna ma’bud (sesembahan). Dalilnya adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

”Hai manusia, sembahlah Rabb-mu Yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa.” QS. Al-Baqarah: 21)

Mengenai makna Rabb dari ayat di atas, Imam Ibnu Katsir mengatakan:

الخالقُ لهذه الأشياء هو المُسْتَحِقُّ للعبادةِ

“Sang Pencipta segala sesuatu adalah Dzat yang berhak disembah.” Hal ini selaras dengan tujuan diutusnya para Rasul yaitu untuk menyeru kaumnya agar hanya menyembah Allah saja dan tidak menyembah selain-Nya, sebagaimana yang difirmankan Allah ta’ala:

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ

“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap ummat (untuk menyerukan): ‘Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thagut itu’” (QS. An-Nahl: 36)

Mengapa penting bagi kita untuk mengenal Allah sebagai Rabb? Seorang hamba harus mengenal Rabbnya yang Maha Suci lagi Maha Tinggi yang diperoleh melalui kitab-Nya dan sunnah Rasul-Nya, baik itu berupa keesaan, nama-nama, maupun sifat-sifat-Nya.

Dia adalah Rabb dari segala sesuatu dan Penguasanya, tidak ada ilah (sesembahan) yang berhak disembah selain Dia dan tidak ada Rabb yang berhak diibadahi, melainkan Dia semata. Oleh karena itu kita wajib mengetahuinya agar kita benar-benar bisa mengabdi kepada-Nya dan dengan pengetahuan yang benar.

Adapun mengenal Allah bisa ditempuh dengan memperhatikan ayat-ayat-Nya dan makhluk-makhluk-Nya. Dari segi bahasa al-aayah [arab: الأية ] memiliki banyak arti, di antaranya bermakna burhan [arab: برهان ] (keterangan) dan dalil. Ayat Allah sendiri dibagi dua macam:

1. Ayat-ayat syar’iyyah: maksudnya adalah wahyu yang dibawa para rasul, yang demikian itu adalah ayat-ayat Allah. Allah ta’ala berfirman:

هُوَ الَّذِي يُنَزِّلُ عَلَى عَبْدِهِ آيَاتٍ بَيِّنَاتٍ

“Dialah yang menurunkan kepada hamba-Nya ayat-ayat yang terang (Al-Qur’an)” (QS. Al-Hadid: 9)

Bagaimana wahyu bisa dijadikan dalil tentang keberadaannya Allah subhanahu wa ta’ala? Alasannya karena wahyu yang dibawa para rasul adalah wahyu yang sudah tersusun rapi dan sempurna serta tidak saling berlawanan. Allah menegaskan hal ini dalam Al-Qur’anul Karim:

وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلَافًا كَثِيرًا

“Kalau kiranya Al-Qur’an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapatkan adanya pertentangan yang banyak di dalamnya” (QS. An-Nisa’: 82)

Dengan demikian jelaslah bahwa Al-Qur’anul Karim merupakan dalil tentang adanya Rabb yang Maha Agung.

2. Ayat-ayat kauniyah: yaitu para makhluk, seperti langit, bumi, manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, dan lain-lain.

Memahami Tauhid Sebagai Perintah Allah Terbesar

Berkaitan dengan wajibnya seorang hamba mengenal Allah—yakni untuk bisa benar-benar beribadah dengan pemahaman yang benar—maka seorang hamba pun harus mengetahui ibadah apa yang sangat diperintahkan Allah ta’ala kepada hamba-Nya. Perkara tersebut adalah tauhid.

Syaikh At-Tamimi, penulis kitab Ushul Tsalatsah, mendefinisikan tauhid sebagai pengesaan Allah dalah hal ibadah. Makna tauhid sendiri secara umum adalah pengesaan Allah dalam rububiyah, uluhiyah, dan nama serta sifat-sifat Allah. Untuk itu sebagian ulama membagi tauhid menjadi tiga macam, yaitu tauhid rububiyah, tauhid uluhiyah, dan tauhid asma’ wa shifat. Adapun penjelasan masing-masingnya adalah sebagai berikut:

1. Tauhid rububiyah adalah keyakinan tentang keesaan Allah dalam perbuatan-perbuatan-Nya. Yaitu meyakini bahwa Allah Ta’ala sebagai satu-satunya Pencipta seluruh makhluk, Penguasa dan Pengatur segala urusan alam, Yang memuliakan dan menghinakan, Yang menghidupkan dan mematikan, Yang menjalankan malam dan siang, serta Yang maha kuasa atas segala sesuatu.

Dengan demikian, tauhid rububiyah mencakup keimanan kepada tiga hal, yaitu: (1) beriman kepada perbuatan-perbuatan Allah Ta’ala secara umum, seperti menciptakan, memberikan rizki, menghidupkan, mematikan, dan lain-lain; (2) beriman kepada qadha dan qadar Allah Ta’ala; (3) beriman kepada keesaan Dzat-Nya.

2. Tauhid uluhiyah adalah mengesakan Allah Ta’ala dalam tujuan perbuatan-perbuatan hamba yang dilakukan dalam rangka taqarrub (pendekatan diri) kepada Allah. Seperti, berdo’a, bernadzar, menyembelih kurban, bertawakkal, bertaubat, dan lain-lain.

Kemurnian tauhid uluhiyah hanya akan diperoleh dengan mewujudkan dua hal mendasar, yaitu: (1) seluruh ibadah hanya diperuntukkan kepada Allah Ta’ala saja, bukan kepada yang lainnya; (2) dalam pelaksanaan ibadah tersebut harus sesuai dengan syari’at Allah Ta’ala.

3. Tauhid asma’ wa shifat adalah keyakinan tentang keesaan Allah dalam hal nama dan sifat-Nya yang terdapat di Al-Qur’an dan As-Sunnah, disertai dengan meingimani makna-makna dan hukum-hukumnya (konsekuens-konsekuensinya).

Adapun hal-hal yang harus diperhatikan dalam tauhid asma’ wa shifat adalah sebagai berikut: (1) Harus menetapkan semua nama dan sifat Allah Ta’ala, tidak menafikan (meniadakan) dan tidak pula menolaknya; (2) tidak boleh melampaui batas dengan menamai dan mensifati Allah Ta’ala di luar nama dan sifat yang telah ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya; (3) tidak menyerupakan nama dan sifat Allah Ta’ala dengan nama dan sifat para makhluk-Nya; (4) tidak boleh (dan tidak memungkinkan) untuk mencari tahu kaifiyah (bagaimananya) dari sifat-sifat Allah tersebut; (5) beribadah kepada Allah Ta’ala sesuai dengan konsekuensi nama dan sifat-Nya.

Keimanan seseorang kepada Allah Ta’ala tidak akan utuh sehingga berkumpul pada diri-Nya ketiga macam tauhid di atas. Tauhid rububiyah seseorang tidak akan berguna sehingga dia ber-tauhid uluhiyah. Sedangkan tauhid uluhiyah seseorang tidak akan lurus sehingga dia bertauhid asma’ wa shifat. Singkatnya, mengenal Allah Ta’ala saja tidaklah cukup kecuali seseorang tersebut benar-benar beribadah hanya kepada-Nya. Sedangkan beribadah kepada Allah Ta’ala tidak akan terwujud dengan benar tanpa mengenal Allah Ta’ala.
3 Landasan Utama : Mengenal Agama Islam

Islam, ialah berserah diri kepada Allah dengan tauhid dan tunduk kepada-Nya dengan penuh kepatuhan pada segala perintah-Nya serta menyelamatkan diri dari perbuatan syirik dan orang-orang yang berbuat syirik.

Dan agama Islam, dalam pengertian tersebut mempunyai tiga tingkatan, yaitu: Islam, Iman dan Ihsan; masing-masing tingkatan ada rukun-rukunnya.

Tingkatan Pertama: Islam.

Adapun tingkatan Islam, rukunnya ada lima:

1. Syahadat (pengakuan dengan hati dan lisan) bahwa: “Laa Ilaaha Illallaah – Muhammad Rasulullah” (Tiada sesembahan yang haq selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah).
2. Mendirikan shalat.
3. Menunaikan zakat.
4. Puasa pada bulan Ramadhan.
5. Dan Haji ke Baitullah Al-Haram.

Dalil syahadat:

Firman Allah ta’ala:

شَهِدَ اللّهُ أَنَّهُ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ هُوَ وَالْمَلاَئِكَةُ وَأُوْلُواْ الْعِلْمِ قَآئِمَاً بِالْقِسْطِ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ هُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ

“Allah menyatakan bahwasannya tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. (juga menyatakan yang demikian itu) para Malaikat dan orang-orang yang berilmu. Tak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Ali-Imran: 18).

“Laa Ilaaha Illallah”, artinya: tiada sesembahan yang haq selain Allah.

Syahadat ini mengandung dua unsur. Meniadakan dan menetapkan. “La Ilaaha”, adalah meniadakan segala bentuk sesembahan selain Allah, “Illallah”, adalah menetapkan bahwa ibadah (penghambaan) itu hanya untuk Allah semata, tiada sesuatu apapun yang boleh dijadikan sekutu di dalam ibadah kepada-Nya, sebagaimana tiada sesuatu apapun yang boleh dijadikan sekutu di dalam kakuasaan-Nya.

Tafsir makna syahadat tersebut diperjelas oleh firman Allah ta’ala:

وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ لِأَبِيهِ وَقَوْمِهِ إِنَّنِي بَرَاء مِّمَّا تَعْبُدُونَ (26) إِلَّا الَّذِي فَطَرَنِي فَإِنَّهُ سَيَهْدِينِ (27) سورة الزخرف وَجَعَلَهَا كَلِمَةً بَاقِيَةً فِي عَقِبِهِ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ سورة الزخرف

“Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata kepada bapaknya dan kaumnya: “Sesungguhnya aku tidak bertanggung-jawab terhadap apa yang kamu sembah, tetapi aku menyembah Tuhan yang telah menjadikanku, karena sesungguhnya Dia akan memberi hidayah kepadaku”. Dan (Ibrahim) menjadikan kalimat tauhid itu kalimat yang kekal pada keturunannya supaya mereka kembali kepada kalimat tauhid itu.” (QS. Az-Zukhruf: 26-28).

Dan firman Allah ta’ala:

قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ تَعَالَوْاْ إِلَى كَلَمَةٍ سَوَاء بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَلاَّ نَعْبُدَ إِلاَّ اللّهَ وَلاَ نُشْرِكَ بِهِ شَيْئاً وَلاَ يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضاً أَرْبَاباً مِّن دُونِ اللّهِ فَإِن تَوَلَّوْاْ فَقُولُواْ اشْهَدُواْ بِأَنَّا مُسْلِمُونَ

“Katakanlah (Muhammad): “Hai Ahli Kitab! Marilah berpegang teguh kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatu pun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai Tuhan selain Allah”. Jika mereka berpaling, maka katakanlah kepada mereka: “Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah).” (QS. Ali Imran: 64).

Adapun dalil syahadat bahwa Muhammad itu Rasulullah, adalah firman Allah ta’ala:

لَقَدْ جَاءكُمْ رَسُولٌ مِّنْ أَنفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُم بِالْمُؤْمِنِينَ رَؤُوفٌ رَّحِيمٌ

“Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasih lagi penyayang terhadap orang-orang yang mukmin.” (QS. At-Taubah: 128).

Syahadat bahwa Muhammad adalah Rasulullah, berarti: mentaati apa yang diperintahkannya, membenarkan apa yang diberitakannya, menjauhi apa yang dilarang serta dicegahnya, dan beribadah kepada Allah dengan apa yang disyari’atkannya.

Dalil shalat, zakat dan tafsir kalimat tauhid:

Firman Allah ta’ala:

وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاء وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ

“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah, dengan memurnikan keta’atan kepada-Nya dalam (menjalankan agama) dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat. Dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (QS. Al-Bayyinah: 5).

Dalil shiyam:

Firman Allah ta’ala:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa, sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 183).

Dalil haji:

Firman Allah ta’ala:

وَلِلّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلاً وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ الله غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ

“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Dan barangsiapa yang mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” (QS. Ali Imran: 97).

Tingkatan kedua: Iman.

Iman itu lebih dari tujuh puluh cabang. Cabang yang paling tinggi ialah syahadat. “La Ilaha Illallah”, sedang cabang yang paling rendah ialah menyingkirkan gangguan dari jalan. Dan sifat malu adalah salah satu cabangnya iman.

Rukun iman ada enam yaitu:

1. Iman kepada Allah.
2. Iman kepada para Malaikat-Nya.
3. Iman kepada kitab-kitab-Nya.
4. Iman kepada para Rasul-Nya.
5. Iman kepada hari akhirat.
6. Iman kepada qadar ([1]), yang baik maupun yang buruk.

Dalil keenam rukun ini, firman Allah ta’ala:

لَّيْسَ الْبِرَّ أَن تُوَلُّواْ وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلَـكِنَّ الْبِرَّ مَنْ آمَنَ بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَالْمَلآئِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّينَ

“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malalikat, kitab-kitab dan Nabi-Nabi…” (QS. Al-Baqarah: 177).

Dan firman Allah ta’ala:

إِنَّا كُلَّ شَيْءٍ خَلَقْنَاهُ بِقَدَرٍ

“Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran (takdir).” (QS. Al-Qamar: 49).

Tingkatan ketiga: Ihsan.

Ihsan, rukunnya hanya satu, yaitu:

(( أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ, فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ ))

“Beribadahlah kepada Allah dalam keadaan seakan-akan kamu melihat-Nya. Jika kamu tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.” ([2]).

Dalilnya, firman Allah ta’ala:

إِنَّ اللّهَ مَعَ الَّذِينَ اتَّقَواْ وَّالَّذِينَ هُم مُّحْسِنُونَ

“Sesunggunya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS. An-Nahl:128).

وتوكل على العزيز الرحيم الذي يراك حين تقوم وتقلبك في الساجدين إنه هو السميع العليم

“Dan bertawakkallah kepada (Allah) Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang, Yang melihat kamu ketika kamu berdiri (untuk shalat) dan (melihat) pula perubahan gerak badanmu di antara orang-orang yang sujud. Sesungguhnya Dia adalah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Asy-syuaraa’: 217-220).

. وَمَا تَكُونُ فِي شَأْنٍ وَمَا تَتْلُو مِنْهُ مِن قُرْآنٍ وَلاَ تَعْمَلُونَ مِنْ عَمَلٍ إِلاَّ كُنَّا عَلَيْكُمْ شُهُوداً إِذْ تُفِيضُونَ فِيهِ

“Kamu tidak berada dalam suatu keadaan dan tidak membaca suatu ayat dari Al-Qur’an dan kamu tidak mengerjakan suatu pekerjaan melainkan Kami menjadi saksi atasmu di waktu kamu melakukannya…”. (QS. Yunus: 61).

Adapun dalilnya dari sunnah, ialah hadits Jibril ([3]) yang masyhur, yang diriwayatkan dari Umar bin Al-Khattab radhiallahu ‘anhu:

بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوْسٌ عِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ إِذْ طَلَعَ عَلَيْنَا رَجُلٌ شَدِيْدُ بَيَاضِ الثِّيَابِ شَدِيْدُ سَوَادِ الشَّعْرِ، لاَ يُرَى عَلَيْهِ أَثَرُ السَّفَرِ، وَلاَ يَعْرِفُهُ مِنَّا أَحَدٌ، حَتَّى جَلَسَ إِلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فَأَسْنَدَ رُكْبَتَيْهِ إِلَى رُكْبَتَيْهِ وَوَضَعَ كَفَّيْهِ عَلَى فَخِذَيْهِ وَقَالَ

“Ketika kami sedang duduk di sisi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba-tiba muncul ke arah kami seorang laki-laki, sangat putih pakaiannya, hitam pekat rambutnya tidak tampak pada tubuhnya tanda-tanda sehabis dari bepergian jauh dan tiada seorangpun diantara kami yang mengenalnya. Lalu orang itu duduk di hadapan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan menyandarkan kedua lututnya pada kedua lutut beliau serta meletakkan kedua telapak tangannya di atas kedua paha beliau, dan berkata:

!ياَ مُحَمَّدُ, أَخْبِرْنِيْ عَنِ الْإِسْلاَمِ

“Ya Muhammad, beritahukanlah aku tentang Islam!”.
Maka Nabi menjawab:

(( أَنْ تَشْهَدَ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ وَتُقِيْمَ الصَّلاَةَ, وَتُؤْتِيَ الزَّكَاةَ, وَتَصُوْمَ رَمَضَانَ, وَتَحُجَّ الْبَيْتَ إِنِ اسْتَطَعْتَ إِلَيْهِ سَبِيْلاً ))

“Yaitu: bersyahadat bahwa tiada sesembahan yang haq selain Allah serta Muhammad adalah Rasulullah, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, melakukan shiyam pada bulan Ramadhan dan melaksanakan haji ke Baitullah jika mampu untuk mengadakan perjalanan ke sana.”

Lelaki itupun berkata: صَدَقْتَ “Benarlah engkau.”

Kata Umar: “Kami merasa heran kepadanya, ia bertanya kepada beliau, tetapi juga membenarkan beliau.” Lalu ia berkata:

!أَخْبِرْنِيْ عَنِ الْإِيْمَانِ

“Beritahu aku tentang iman!”
Beliau menjawab:

(( أَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْـرِهِ وَشَرِّهِ ))

“Yaitu: beriman kepada Allah, para Malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, Rasul-rsul-Nya dan hari akhirat serta beriman kepada qadar yang baik dan yang buruk.”

Orang itu pun berkata lagi: “Benarlah engkau.” Kemudian ia berkata:

!أَخْبِرْنِيْ عَنِ الْإِحْسَانِ

“Beritahu aku tentang ihsan!”
Beliau mejawab:

(( أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ, فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ ))

“Yaitu: beribadahlah kepada Allah dalam keadaan seakan-akan kamu melihat-Nya. Jika kamu tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.”

Ia berkata lagi:

!َأخْبِرْنِيْ عَنِ السَّاعَةِ

“Beritahulah aku tentang waktu hari kiamat!”

beliau menjawab:

(( مَا الْمَسْؤُوْلُ عَنْهَا بِأَعْلَمَ مِنَ السَّائِلِ ))

“Orang yang ditanya tentang hal tersebut tidak lebih tahu daripada orang yang menanyakannya.”

Maka orang itupun berkata:

!أَخْبِرْنِيْ عَنْ أَمَارَاتِهَا

“Beritahukanlah aku (sebagian dari) tanda-tanda kiamat itu!”

Beliau menjawab:

(( أَنْ تَلِدَ الْأَمَةُ رَبَّتَهَا, وَأَنْ تَرَى الْحُفَاةَ الْعُرَاةَ الْعاَلَةَ رِعَاءَ الشَّاءِ يَتَطَاوَلُوْنَ فِي الْبُنْيَانِ ))

“Yaitu: apabila ada budak wanita melahirkan tuan puterinya dan apabila kamu melihat orang-orang tak beralas kaki, tak berpakaian sempurna, melarat lagi penggembala domba, saling bangga-membanggakan diri dalam membangun bangunan yang tinggi.”

Kata Umar: “Lalu pergilah orang laki-laki itu, sementara kami berdiam diri saja dalam waktu yang lama, sehingga Nabi bertanya:

يَا عُمَرُ, أَتَدْرِيْ مَنِ السَّائِلُ ؟

“Hai Umar! Tahukah kamu, siapakah orang yang bertanya itu?”
ٍSaya menjawab: “Allah dan Rasulnya lebih mengetahui.”

Beliau pun bersabda:

هَذَا جِبْرِيْلُ, أَتَاكُمْ يُعَلِّمُكُمْ أَمْرَ دِيْنِكُمْ

“Dia adalah Jibril, telah datang kepada kalian untuk mengajarkan urusan agama kalian.” ([4]).
________________________________________

([1]) Qadar ialah: takdir, ketentuan Ilahi, yaitu: iman bahwa segala sesuatu yang terjadi di alam semesta ini adalah diketahui, dicatat, dikehendaki dan dijadikan oleh Allah ta’ala.
([2]) Pengertian Ihsan tersebut merupakan penggalan dari hadits Jibril, yang dituturkan oleh Umar bin Al-Khattab radhiallahu ‘anhu, sebagaimana akan disebutkan.
([3]) Disebutkan hadits Jibril, karena Jibrillah yang datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan menanyakan kepada beliau tentang Islam, Iman, Ihsan dan masalah hari kiamat. Hal itu dimaksudkan untuk memberikan pelajaran kepada kaum Muslimin tentang masalah-masalah agama.
([4] ) Hadits riwayat Muslim dalam shahih-nya, kitab al-Iman, bab 1 hadits ke-1. dan diriwayatkan juga hadits dengan lafadz seperti ini dari Abu Hurairah oleh Al-Bukhari dalam shahihnya, kitab Al-Iman, bab 37, hadits ke-1.

Sumber :

Buku “Tiga Landasan Utama” Karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab

المكتب التعاوني للدعوة وتوعية الجاليات بالربوة بمدينة الرياض

Penerbit : Maktab Dakwah Dan Bimbingan Jaliyat Rabwah

( Iman Wahyudi )
 
wallahul muwafieq illa aqwamith thorieq.
Wassalamu'alaikum
Ad
# Kenalilah Tuhanmu, Nabimu, Dan Agamamu | Mc | 5

0 comments:

Post a Comment